Minggu, 27 Oktober 2013

Menangkap Kupu-kupu



~*~  Menangkap Kupu-kupu  ~*~


Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga
Ia tampak termenung
Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya

Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya,
namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas
Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapany
Ada orang lain disana



"Sedang apa kau disini anak muda?"
tanya seseorang


Rupanya ada seorang kakek tua

"Apa yang kau risaukan..?"


Anak muda itu menoleh ke samping,

"Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"



Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian

Di pandangnya wajah lelah di depannya
Lalu, ia mulai bicara,

"di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan

"Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu"
sang Kakek mengulang kalimatnya lagi.

Perlahan pemuda itu bangkit
Langkahnya menuju satu arah, taman
Tak berapa lama, dijumpainya taman itu


Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran
Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana


Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.

Anak muda itu mulai bergerak
Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran
Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput


Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain
Ia tak mau kehilangan buruan
Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal


Ia mulai berlari tak beratura
Diterjangnya sana-sini
Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu
Diterobosnya semak dan perdu di sana
Gerakannya semakin liar


Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditangkap
Sang pemuda mulai kelelahan
Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat

Sampai akhirnya ada teriakan,
"Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah."


Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan
Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu
Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu


"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?"


Sang Kakek menatap pemuda itu
"Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."



"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri."

Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari
Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan

Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya


(***)


Sahabatku, mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu
Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari
Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya

Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah
Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya

Namun kita belajar
Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu
Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan

Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu
Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati
Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita
Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh


Sahabatku, cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu
Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita

Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan
Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita
Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh
Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita


Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita
Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikannya
Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya


Jazakumullah telah membaca cerita ini......





***
Referensi :
Senin, 26 Oktober 2009 @ 19:57
Oleh Fikri Amrullah
*

Jadilah Indian Pemberani




~*~ Pemburu Yang Pemberani  ~*~


Suatu ketika seorang Indian muda, mendatangi tenda ayahnya
Di dalam sana, duduk seorang tua, dengan pipa panjang yang mengepulkan asap

Matanya terpejam, tampak sedang bersemadi. Hening

"Ayah, bolehkah aku ikut berburu besok pagi?
tanya Indian muda itu memecahkan kesunyian disana

Mata sang Ayah membuka perlahan, sorot matanya tajam, memandang ke arah anak paling disayanginya itu
Kepala suku itu hanya diam.


"Ya Ayah, bolehkah aku ikut berburu besok? Lihat, aku sudah mengasah pisauku. Kini semuanya tajam dan berkilat."

Tangan si kecil merogoh sesuatu dari balik kantung kulitnya


Sang Ayah masih diam mendengarkan


"Aku juga sudah membuat panah-panah untuk bekalku berburu. Ini, lihatlah Ayah, semuanya pasti tajam. Busurku pun telah kurentangkan agar lentur. Pasti aku akan menjadi Indian pemberani yang hebat seperti Ayah. Ijinkan aku ikut Ayah."
Terdengar permintaan merengek dari si kecil



Suasana masih tetap senyap

Keduanya saling pandang

Terdengar suara berat sang Ayah,
"Apakah kamu sudah berani untuk berburu?"


 "Ya!"
segera saya terdengar jawaban singkat dari si kecil



"Dengan pisau dan panahku, aku akan menjadi yang paling hebat."
Sang Ayah tersenyum



"Baiklah, kamu boleh ikut besok, tapi ingat, kamu harus berjalan di depan pasukan kita. Mengerti?"
Sang Indian muda mengangguk


Keesokan hari, pasukan Indian telah siap di pinggir hutan
Kepala suku, dan Indian muda, berdiri paling depan


"Hari ini anakku yang akan memimpin perburuan kita. Biarkan dia berjalan di depan."
Indian muda itu tampak gagah



Ada beberapa pisau yang terselip di pinggang
Panah dan busur, tampak melintang penuh di punggungnya
Ini adalah perburuan pertamanya

Si kecil berteriak nyaring,
"ayo kita berangkat."



Mereka mulai memasuki hutan

Pohon-pohon semakin rapat, dan semak semakin meninggi
Sinar matahari pun tak leluasa menyinari lebatnya hutan

Mulai terdengar suara-suara dari binatang yang ada disana
Indian kecil yang tadi melangkah dengan gagah, mulai berjalan hati-hati
Parasnya cemas dan takut

Wajahnya sesekali menengok ke belakang, ke arah sang Ayah
Linglung, dan ngeri


Tiba-tiba terdengar beberapa suara harimau mengaum


"Ayah...!!"
teriak si kecil


Tangannya menutup wajah, dan ia berusaha lari ke belakang


Sang Ayah tersenyum melihat kelakuan anaknya, begitupun Indian lainnya


"Kenapa? Kamu takut? Apakah pisau dan panahmu telah tumpul? Mana keberanian yang kamu perlihatkan kemarin?"

Indian muda itu terdiam



"Bukankah kamu bilang, pisau dan panahmu dapat membuatmu berani? Kenapa kamu takut sekarang? Lihat Nak, keberanian itu bukan berasal dari apa yang kau miliki. Tapi, keberanian itu datang dari sini, dari jiwamu, dari dalam dadamu."
Tangan Kepala Suku menunjuk ke arah dada si kecil



"Kalau kamu masih mau jadi Indian pemberani, teruskan langkahmu. Tapi jika, di dalam dirimu masih ada jiwa penakut, ikuti langkah kakiku."
Indian muda itu masih terdiam


"Setajam apapun pisau dan panah yang kau punya, tak akan membuatmu berani kalau jiwamu masih penakut. Sekuat apapun busur telah kau rentangkan, tak akan membuatmu gagah jika jiwa pengecut lebih banyak berada di dalam dirimu."



"...Aauummmm."
Tiba-tiba terdengar suara harimau yang mengaum kembali

Indian muda kembali pucat
Ia memilih untuk berjalan di belakang sang Ayah




(***)


Sahabatku. Apakah itu keberanian?
Keberanian bukanlah rasa yang dimiliki oleh orang yang menganggap dirinya memiliki segalanya

Keberanian juga bukan merupakan rasa yang berasal dari sifat-sifat sombong dan takabur

Keberanian adalah jiwa yang berasal dari dalam hati, dan bukan dari materi yang kita miliki

Keberanian adalah sesuatu yang tersembunyi yang membuat orang tak pernah gentar walau apapun yang dia hadapi



Saya percaya, keberanian bukan berasal dari apa yang kita sandang atau kita miliki

Keberanian bukan datang dari apa yang kita pamerkan atau yang kita punyai

Tapi, keberanian adalah datang dari dalam diri, dari dalam dada kita sendiri

Keberanian adalah sesuatu yang melingkupi perasaan kita, dan menjadi bekal dalam setiap langkah yang kita ayunkan



Sahabatku, mungkin saat ini kita diberikan banyak kemudahan, dan membuat kita merasa cukup berani dalam menjalani hidup

Kita mungkin dititipkan kelebihan-kelebihan dan membuat kita takabur bahwa semua masalah akan mampu di hadapi
Mungkin saat ini kita kaya, rupawan, berpendidikan tinggi, dan berkedudukan bagus,
tapi apakah itu bisa menjadi jaminan bahwa kita akan selamanya dapat menjalani hidup ini?
Apakah itu akan selamanya cukup untuk menjadi bekal kita dalam "perburuan" hidup ini?



Jadilah Indian muda yang tetap melangkah, dengan jiwa pemberani yang hadir dari dalam hati,

dan BUKAN dari pisau dan panah yang telah diasah

Jadilah Indian muda yang tak pernah gentar mendengar suara harimau,
sekeras apapun suara itu terdengar

Jadilah Indian muda yang tetap yakin dengan pilihan keberanian yang ia putuskan
Jangan gentar,
jangan surut untuk melangkah.

~~~

Jazakumullah telah membaca cerita ini... 

semoga bermanfaat...






***
Referensi :
Senin, 26 Oktober 2009 @  19:55
Oleh Fikri AMrullah
*

Perangkap




~*~  Perangkap  ~*~



Sahabatku, saya pernah membaca suatu hal yang menarik tentang perangkap
Suatu sistem yang unik, telah dipakai di hutan-hutan Afrika untuk menangkap monyet yang ada disana
Sistem itu memungkinkan untuk menangkap monyet dalam keadaan hidup, tak cedera,
agar bisa dijadikan hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika


Caranya sangat manusiawi (hmm...atau mungkin hewani kali ye..hehehe)

Sang pemburu monyet, akan menggunakan sebuah toples berleher panjang dan sempit, dan menanamnya di tanah

Toples kaca yang berat itu berisi kacang, ditambah dengan aroma yang kuat dari bahan-bahan yang disukai monyet-monyet Afrika
Mereka meletakkannya di sore hari, dan mengikat/menanam toples itu erat-erat ke dalam tanah
Keesokan harinya, mereka akan menemukan beberapa monyet yang terperangkap, dengan tangan yang terjulur, dalam setiap botol yang dijadikan jebakan


Tentu, kita tahu mengapa ini terjadi

Monyet-monyet itu tak melepaskan tangannya sebelum mendapatkan kacang-kacang yang menjadi jebakan
Mereka tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples, lalu mengamati, menjulurkan tangan, dan terjebak
Monyet itu, tak akan dapat terlepas dari toples, sebelum ia melepaskan kacang yang di gengamnya

Selama ia tetap mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula ia terjebak
Toples itu terlalu berat untuk diangkat, sebab tertanam di tanah
Monyet tak akan dapat pergi kemana-mana


(***)

Sahabatku, kita mungkin tertawa dengan tingkah monyet itu

Kita bisa jadi terbahak saat melihat kebodohan monyet yang terperangkap dalam toples
Tapi, mungkin, sesungguhnya, kita sedang menertawakan diri kita sendiri

Betapa sering, kita mengengam setiap permasalahan yang kita miliki,
layaknya monyet yang mengenggam kacang
Kita sering mendendam, tak mudah memberikan maaf,
tak mudah melepaskan maaf,
memendam setiap amarah dalam dada,
seakan tak mau melepaskan selamanya


Seringkali, kita, yang bodoh ini, membawa "toples-toples" itu kemana pun kita pergi
Dengan beban yang berat, kita berusaha untuk terus berjalan
Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap dengan persoalan pribadi yang kita alami


Sahabatku, bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lalu,

dan menatap hari esok dengan lebih cerah?
Bukankah lebih menyenangkan, untuk memberikan maaf bagi setiap orang yang pernah berbuat salah kepada kita?
Karena, kita pun bisa jadi juga bisa berbuat kesalahan yang sama
Bukankah lebih terasa nyaman, saat kita membagikan setiap masalah kepada orang lain, kepada teman, agar di cari penyelesaiannya, daripada terus dipendam?


Jazakumullah telah membaca cerita ini... 

semoga bermanfaat...





***
Referensi :
Senin, 26 Oktober 2009 @ 19:52
http://ceceem.blogspot.com/2009/10/cerita-perangkap.html
*

Roda


~*~  Roda  ~*~


Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya
Ia, tampak sedih
Tanpa jari-jari yang lengkap, tentu, ia tak bisa lagi berjalan dengan lancar

Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan
Karena terburu-buru, ia melupakan, ada satu jari-jari yang jatuh dan terlepas
Kini sang roda pun bingung
Kemana kah hendak di cari satu bagian tubuhnya itu?


Sang roda pun berbalik arah

Ia kembali menyusuri jejak-jejak yang pernah di tinggalkannya
Perlahan, di tapakinya jalan-jalan itu
Satu demi satu di perhatikannya dengan seksama
Setiap benda di amati, dan di cermati, berharap, akan di temukannya jari-jari yang hilang itu


Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang

Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang
Dikunjunginya kembali semut dan serangga kecil di jalanan
Dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil pualam

Hei....semuanya tampak lain
Ya, sewaktu sang roda melintasi jalan itu dengan laju yang kencang, semua hal tadi cuma berbentuk titik-titik kecil
Semuanya, tampak biasa, dan tak istimewa
Namun kini, semuanya tampak lebih indah


Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah

Mereka kini tak lagi hanya berupa batang-batang yang kaku
Mereka tampak tersenyum, melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam
Ujung-ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda

Sang roda pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya

Bunga-bunga pun tampak lebih indah

Harum dan semerbaknya, lebih terasa menyegarkan

Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah yang cerah
Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda
Sang roda tertegun dan berhenti sebentar

Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat
Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya

Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling semarak

Kaki-kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang meriah
Sayap-sayap itu bergetar, seakan ada ribuan genderang yang di tabuh
Mereka saling menyapa. Dan, serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang Roda

Begitu pula batu dan kerikil pualam

Kilau yang hadir, tampak berbeda jika di lihat dari mata yang tergesa-gesa
Mereka lebih indah, dan setiap sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh
Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu yang kerap mampir di tubuh sang Roda
Semua batu dan pualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan

Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari-jari yang hilang

Sang roda pun senang. Dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya


(***)

Sahabatku, begitulah hidup

Kita, seringkali berlaku seperti roda-roda yang berjalan terlalu kencang

Kita sering melupakan, ada saat-saat indah, yang terlewat di setiap kesempatan
Ada banyak hal-hal kecil, yang sebetulnya menyenangkan,
namun kita lewatkan karena terburu-buru dan tergesa-gesa

Hati kita, kadang terlalu penuh dengan target-target, yang membuat kita hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan

Langkah-langkah kita, kadang selalu dalam keadaan panik, dan lupa, bahwa di sekitar kita banyak sekali hikmah yang perludi tekuni

Seperti saat roda yang terlupa pada rumput, ilalang, semut dan pualam,

kita pun sebenarnya sedang terlupa pada hal-hal itu


Sahabatku, coba, susuri kembali jalan-jalan kita
Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal yang pernah kita lewati
Runut kembali perjalanan kita

Adakah kebahagiaan yang terlupakan?

Adakah keindahan yang tersembunyi dan alpa kita nikmati?
Kenanglah ingatan-ingatan lalu
Susuri dengan perlahan
Temukan keindahan itu!!


Jazakumullah telah membaca cerita ini..., semoga bermanfaat...






***
Referensi :
Senin, 26 Oktober 2009 @ 19:48
Oleh Fikri Amrullah
http://ceceem.blogspot.com/2009/10/cerita-roda.html
*