Kamis, 02 Mei 2013

Cerpen: Akhir Sebuah Penyesalan





-=*  Akibat Kesalah Pahaman Yang Mengakibatkan Sebuah Penyesalan  *=-





Sebuah salah pengertian yang mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga
Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka,
Tetapi segalanya sudah terlambat


Nilai sebuah cinta



Membawa nenek untuk tinggal bersama, menghabiskan masa tuanya bersama kami,
malah telah menghianati ikrar cinta yang telah kami buat selama ini


Setelah 2 tahun menikah,
Saya dan suami setuju menjemput nenek dikampung untuk tinggal bersama


Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya
Dia adalah satu-satunya harapan nenek

Nenek pula yang membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah


Saya terus mengangguk tanda setuju
Kami segera menyiapkan sebuah kamar yang menghadap taman untuk nenek
Agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya



Suamiku berbadan tinggi besar,
Aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yang bidang
Ada suatu perasaan nyaman dan aman disana
Aku seperti sebuah boneka kecil yang kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya

Kalau terjadi selisih paham diantara kami,
Dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan


Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu ….
Sesampainya dirumah setelah membawa nenek dari kampung,
Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah

Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suamiku


"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga?
Kan bunga tidak bisa dimakan?"


Aku menjelaskannya kepada nenek


"Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira"


Nenek berlalu sambil mendumel,
suamiku berkata sambil tertawa


"Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga"



Nenek tidak protes lagi,
Tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga,
Dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu


Setiap mendengar jawabanku,
Dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala


Setiap membawa pulang barang belanjaan,
Dia selalu tanya itu berapa harganya,
ini berapa!

Setiap aku jawab,
Dia selalu berdecak dengan suara keras



Suamiku memencet hidungku sambil berkata,

"Putriku, kan kamu bisa berbohong, Jangan katakan harga yang sebenarnya"


Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik


Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri

Di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan


Di meja makan,
Wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya


Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok,
itulah cara dia protes



Aku adalah instrukstur tari,
Seharian terus menari membuat badanku sangat letih

Aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi,
Apalagi disaat musim dingin



Nenek kadang juga suka membantuku di dapur,
Tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot


Misalnya;
Dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya


Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik


Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar dia tidak tersinggung,
Aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur




Suatu hari,
nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya,
dia segera masuk ke kamar sambil membanting pintu dan menangis


Suamiku jadi serba salah,
malam itu kami tidur seperti orang bisu


Aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli
Aku menjadi kecewa dan marah


"Apa salahku?"


Dia melotot sambil berkata,

"Kenapa tidak kamu biarkan saja?
Apakah memakan dengan piring itu bisa membuatmu mati?"



Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yang cukup lama


Suasana menjadi kaku
Suamiku menjadi sangat kikuk,
Tidak tahu harus berpihak pada siapa?

Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur


Setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya
Suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemoohku sewaktu melihat padaku,
Seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?


Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu,
Aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja



Saat tidur, suami berkata

"Lu di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih, sehingga kamu tidak pernah makan dirumah?"

Sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yang mengalir di kedua belah pipiku


Dan dia akhirnya berkata

"Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi"


Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yang serba canggung itu



Pagi itu nenek memasak bubur,
Kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yang sangat mual menimpaku,
Seakan-akan isi perut mau keluar semua



Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi,
sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut

Setelah agak reda,
Aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yang tajam


Diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya

Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata

Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!



Pertama kali dalam perkawinanku,
Aku bertengkar hebat dengan suamiku


Nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh


Suamiku segera mengejarnya keluar rumah
Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek



Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku


Aku sangat kecewa,
Semenjak kedatangan nenek di rumah ini

Aku sudah banyak mengalah,
Mau bagaimana lagi?


Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau


Sungguh sangat menyebalkan



Akhirnya teman sekerjaku berkata


"Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter"


Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil

Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu
Sebuah berita gembira yang terselip juga kesedihan
Mengapa suami dan nenek sebagai orang yang berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?


Di pintu masuk rumah sakit, Aku melihat suamiku
3 hari tidak bertemu dia berubah drastis

Muka kusut kurang tidur,
Aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya

Dia melihat ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi

Pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku

Aku berkata pada diriku sendiri,
Jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi

Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak
Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun lagi
Tetapi ... Mimpiku tidak menjadi kenyataan


Didalam taksi, Air mataku mengalir dengan deras
Mengapa kesalah pahaman ini berakibat sangat buruk?


Sesampainya di rumah, Aku berbaring diranjang
memikirkan peristiwa tadi,
memikirkan sinar matanya yang penuh dengan kebencian
Aku menangis dengan sedihnya


Tengah malam,
Aku mendengar suara orang membuka laci

Aku menyalakan lampu dan melihat dia dengan wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya

Aku menatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata
Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu


Sepertinya dia sudah memutuskan untuk meninggalkan aku
Sungguh lelaki yang sangat picik,
Dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang


Aku tersenyum sambil menitikan air mata
Aku tidak masuk kerja keesokan harinya

Aku ingin secepatnya membereskan masalah ini

Aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya


Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yang melihatku dengan wajah bingung


"Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit"


Mulutku terbuka lebar
Aku bergegas menuju rumah sakit dan saat menemukannya
Namun, Nenek sudah meninggal

Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku
Aku memandang jasad nenek yang terbujur kaku
Sambil menangis aku menjerit dalam hati


"Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?"

Sampai selesai upacara pemakaman,
Suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku


Jika memandangku selalu dengan pandangan penuh kebencian



Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain
Pagi itu nenek berjalan ke arah terminal,
rupanya dia mau kembali ke kampung

Suamiku mengejar sambil berlari, nenek juga berlari
Makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yang datang ke arahnya dengan kencang


Aku baru mengerti,
Mengapa pandangan suamiku penuh kebencian
Jika aku tidak muntah pagi itu
Jika kami tidak bertengkar
Jika ... dimatanya,
Akulah penyebab kematian nenek


Suamiku pindah ke kamar nenek
Setiap malam pulang kerja dengan badan penuh bau asap rokok dan alkohol


Aku merasa bersalah
Tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak


Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku
Dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak
Tetapi melihat sinar matanya, Aku tidak pernah menjelaskan masalah ini
Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya, walaupun ini bukan salahku




Waktu berlalu dengan sangat lambat


Kami hidup serumah
Tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain
Dia pulang makin larut malam
Suasana tegang didalam rumah



Suatu hari, Aku berjalan melewati sebuah café,
melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela,
Aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam


Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra
Aku tertegun dan mengerti apa yang telah terjadi
Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya
Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun
Karena aku juga tidak tahu harus berkata apa


Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku
Dan segera hendak berlalu
Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yang tidak kalah tajam dariku


Suara detak jangtungku terasa sangat keras
Setiap detak suara seperti suara menuju kematian
Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka
Jika tidak, mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka




Malam itu dia tidak pulang ke rumah
Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi

Sepeninggal nenek, Rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir


Dia tidak kembali lagi ke rumah
Kadang sewaktu pulang ke rumah,
Ku dapati lemari seperti bekas dibongkar


Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya
Aku tidak ingin menelepon dia
walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini
Tetapi itu tidak terjadi
Semua berlalu begitu saja



Aku mulai hidup seorang diri
Pergi check kandungan seorang diri
Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama
Hati ini serasa hancur ….


Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini
Tetapi aku seperti orang yang sedang histeris mempertahankan miliknya
Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah



Suatu hari pulang kerja,
Aku melihat dia duduk didepan ruang tamu
Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja
Tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu



2 bulan hidup sendiri,
Aku sudah bisa mengontrol emosi
Sambil membuka mantel dan topi
Aku berkata kepadanya

"Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya"


Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan
Demikian juga aku



Aku berkata pada diri sendiri,
Jangan menangis...
jangan menangis...

Mata ini terasa sakit sekali,
Tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar


Selesai membuka mantel,
Aku berjalan ke arahnya
Dan ternyata dia memperhatikan perutku yang agak membuncit


Sambil duduk di kursi,
Aku menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya


"Lu Di, kamu hamil?"


Semenjak nenek meninggal,
itulah pertama kali dia berbicara kepadaku
Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yang mengalir keluar dengan derasnya


Aku menjawab
"Iya, tetapi tidak apa-apa,
Kamu sudah boleh pergi"


Dia tidak pergi,
dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan
Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku


Air matanya terasa menembus lengan bajuku
Tetapi di lubuk hatiku,
Semua sudah berlalu
Banyak hal yang sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali



"Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata
"Maafkan aku, maafkan aku…. "


Aku pernah berpikir untuk memaafkannya, tetapi tidak bisa
Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan
Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yang menganga



Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya
Berharap dinding es itu akan mencair,
Tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali


Hanya sewaktu memikirkan bayiku
Aku bisa bertahan untuk terus hidup



Terhadapnya,
Hatiku dingin bagaikan es
Tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia
Tidak menerima semua hadiah pemberiannya
Tidak juga berbicara lagi dengannya


Sejak menanda tangani surat itu,
Semua cintaku padanya sudah berlalu
Harapanku telah lenyap tak berbekas

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku
Aku segera berlalu ke ruang tamu
Dia terpaksa kembali ke kamar nenek



Malam hari,
terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek
Tetapi aku tidak perduli
Itu adalah permainan dia dari dulu


Jika aku tidak perduli padanya,
Dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit


Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak
Dia lupa... , itu adalah dulu,
Saat cintaku masih membara


Sekarang apa lagi yang aku miliki?
Begitu seterusnya,
Setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir


Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi
Perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak


Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang
Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku
Tetapi aku tak bergeming


Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar,
malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer
Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku
Bagiku itu bukan lagi suatu masalah


Suatu malam di musim semi,
Perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yang keras


Dia segera berlari masuk ke kamar,
Sepertinya dia tidak pernah tidur


Saat inilah yang ditunggu-tunggu olehnya
Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit


Sepanjang jalan,
Dia mengenggam erat tanganku,
menghapus keringat dingin yang mengalir di dahiku
Sampai di rumah sakit,
Aku segera digendongnya menuju ruang bersalin

Di punggungnya yang kurus kering,
Aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya


Sepanjang hidupku,
Siapa lagi yang mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?


Sampai dipintu ruang bersalin,
Dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan,
sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya


Keluar dari ruang bersalin,
Dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh linangan air mata sambil tersenyum bahagia


Aku memegang tangannya,
Dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai
Aku berteriak histeris memanggil namanya


Setelah sadar,
Dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya
Aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya,
Tetapi kenyataannya tidak demikian


Aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini


Kata dokter,
Kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan,
Bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat


Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi?
5 bulan yang lalu kata dokter,
bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk


Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat
Aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer

Ternyata selama ini,
Suara suamiku yang mengerang kesakitan adalah benar apa adanya
Aku masih berpikir dia sedang bersandiwara
Sebuah surat yang sangat panjang ada di dalam komputer yang ditujukan kepada anak kami



***
Anakku, demi dirimu aku terus bertahan,
Sampai aku bisa melihatmu

Itu adalah harapanku

Aku tahu dalam hidup ini,
Kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan

Sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu
Tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu

Didalam komputer ini,
Ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yang akan kamu hadapi

Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah

"Anakku,
Selesai menulis surat ini,
Ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun -tahun

Ayah sungguh bahagia
Cintailah ibumu,
Dia sungguh menderita
Dia adalah orang yang paling mencintaimu

Dan dia adalah orang yang paling ayah cintai
***


Mulai dari kejadian yang mungkin akan terjadi sejak TK, SD, SMP, SMA sampai kuliah
Semua tertulis dengan lengkap didalamnya

Dia juga menulis sebuah surat untukku


***
Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yang paling bahagia ku rasakan dalam hidup ini
Maafkan salahku
Maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku

Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu
Karenanya,
Kasihku

Jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini
Berarti kau telah memaafkan aku
Terima kasih atas cintamu padaku selama ini
Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya pada anak kita
Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya
***


Kembali ke rumah sakit

Suamiku masih terbaring lemah
Aku menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata

"Sayang, bukalah matamu sebentar saja,
Lihatlah anak kita
Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya"

Dengan susah payah dia membuka matanya, tersenyum
Anak itu tetap dalam dekapannya,
Dengan tangannya yang mungil memegangi tangan ayahnya yang kurus dan lemah
Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera ditangan sambil berurai air mata


Segalanya telah terlambat


Jika ada sesuatu yang mengganjal di hati,
Diantara kalian yang saling mengasihi,
Sebaiknya utarakanlah ...
Baik itu pernyataan cinta, kasih juga sayangmu
Jangan simpan didalam hati

Karena,
Siapapun tidak ada yg tahu,
Apa yang akan terjadi esok?

"Jika kita tahu esok adalah hari kiamat,
Apakah kita akan menyesali semua hal yang telah kita perbuat?
Atau apa yang telah kita ucapkan?

Sebelum segalanya menjadi terlambat
Pikirlah dengan matang semua yang akan kita lakukan

Sebelum kita menyesalinya seumur hidup


♥♥♥
Referensi :
Sabtu, 21 November 2009
http://khairulmuslim.blogspot.com/2009/11/salah-pengertian.html
*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar