Rabu, 16 April 2014
Belajar Dari Ibu Tukang Pijit
~*~ Berguru Pada Tukang Pijat ~*~
***
SURABAYA – Menjadi tukang pijat belumlah cukup
Seorang ibu bernama sumirah nyambi jadi tukang sol sepatu, penjahit, dan pekerja pabrik
Sebagian hasil keringatnya itu
ia gunakan untuk membangun madrasah, masjid, mushala,
dan mengurus anak yatim
Ternyata, beramal tidak harus menunggu kaya
Penolakan halus langsung diucapkan Sumirah,
pimpinan Panti Asuhan Yatim Piatu Amanah, Rungkut, Surabaya,
saat akan diwawancarai Surya untuk tulisan ini
“Saya ini apalah mbak, kok pakai diwawancarai
Masih banyak yang lebih bagus, lebih pintar, dan lebih hebat”
elaknya saat ditemui di Panti Asuhan Amanah
sekaligus rumahnya di Jalan Pandugo Gg II Nomor 30 B, Rungkut,
Senin (15/9)
Secara materi, Sumirah memang belum bisa dibandingkan dengan pengusaha sukses
Namun, kekayaan hati Sumirah mungkin hanya dimiliki segelintir orang pada abad ini
Perempuan kelahiran 3 April 1965 ini tak cukup mengelola panti asuhan
Ia mendirikan madrasah, masjid, dan mushala di kampungnya, Pacitan
Mungkin juga sulit dipercaya,
Sumirah menghidupi anak-anak yatim dengan menjadi tukang pijat panggilan
Rasa empati Sumirah sudah terpupuk sejak kecil
Ia terbiasa bergaul dengan anak-anak yatim asuhan almarhum Atmorejo, ayahnya
“Saat itu ada 100 anak yatim
dan anak-anak lain yang berlatih ilmu kanuragan (kebatinan) di rumah
Mereka semua tinggal di rumah”
kata ibu lima anak ini
Secara materi Sumirah kecil tercukupi,
tetapi didikan ayahnya tidak membuatnya manja
Bahkan, sejak kelas II SD ia sudah menjadi tukang pijat alternatif,
warisan keahlian turun temurun
Duitnya “ditabung” di mushala di Desa Kembang, Kecamatan Pacitan
“Saat itu saya masih ingat nasihat ayah,
‘Kalau kamu punya rezeki, 50 persen untuk kamu dan 50 persen lagi untuk mushala
Pasti rezeki itu akan barokah’”
ujarnya
Pesan almarhum ayahnya terus diingat Sumirah
Setiap rupiah yang dihasilkan selalu disisihkan untuk mushala
Begitu pula ketika orderan memijat merambah hingga Madiun,
bahkan Semarang
Saat SMP Sumirah dan kakaknya hijrah ke Jakarta
Di kota megapolitan ini Sumirah tidak tertarik mencicipi pekerjaan lain
Kebetulan, kemampuan memijatnya tersohor hingga ke Jawa Barat
Pada 1986 Sumirah dan suami mencari peruntungan di Surabaya
Di kota ini selain tetap memijat,
ia bekerja di pabrik PT Horison Sintex (sekarang Lotus)
Ia hanya masuk pabrik hari Selasa, Rabu, dan Kamis
Namun, dua profesi itu belum cukup
Merasa waktunya masih senggang,
Sumirah mencari pekerjaan sampingan
Ia menjadi tukang sol sepatu, menjahit baju, dan tukang keriting rambut
“Karena pekerjaan banyak,
rata-rata saya hanya tidur dua jam sehari
Mijat saja sehari hingga 20 kali,”
katanya sambil tersenyum
Kerja keras itu impas dengan hasilnya
Sehari, tidak kurang ia mengantongi Rp 2 juta
Namun, limpahan uang itu tidak membuatnya mabuk
Uang itu dialirkan untuk membangun madrasah, mushala-mushala, dan masjid di desanya
Sumirah enggan menyebut nama mushala itu
“Nanti saya ndak diridai kalau pamer,”
katanya
Suatu ketika, Sumirah pulang kampung
Jalan di desanya tidak bisa dilewati karena rusak berat
Prihatin, ia dan suaminya memperkeras seluruh jalan itu dengan paving blok
Walhasil, rencana naik haji seketika batal karena simpanan Rp 60 juta habis untuk ongkos paving
“Saya tidak pernah menyimpan uang di bank
Bukan apa-apa, tapi karena tanda tangan saya tidak pernah sama
Itu tentu tidak boleh kan?”
katanya
Hidup Sumirah teruji saat dia melihat banyak anak telantar di sekitar kampungnya
Dia nekat menampung 54 anak yatim itu di rumahnya yang berukuran 2,5 meter x 13 meter
“Sebagian dari mereka saya koskan di depan rumah
Saya sewa tiga kamar,”
katanya
Masalah datang ketika anak asuhnya ndableg dengan menghabiskan air dan sabun milik ibu kos
Sekitar pukul 21.00 anak-anak itu diusir
“Mereka saya tampung di rumah saya
Jadi, mereka tidur sambil duduk,”
kata Sumirah
Esoknya, Sumirah mencari kontrakan untuk mereka
Tawaran kontrakan Rp 4 juta ditolak karena Sumirah tak punya duit
Di tengah kesulitan ia berdoa
Mendadak ada semacam dorongan untuk menghubungi Pak Triyono,
dermawan dari Barata Jaya, Surabaya
Sumirah kaget, Pak Triyono memberinya zakat maal (zakat kekayaan) sejumlah Rp 4 juta
“Agar tidak mengganggu penduduk kampung,
pagi-pagi sekali kami pindahan,”
katanya
Panti Asuhan Amanah kini menampung 60 anak yatim,
dibangun Sumirah pada 1996
Mereka kanak-kanak hingga remaja
Belum lama ini Sumirah mengasuh balita yang ditinggal mati bapaknya
Amelia, balita itu, sekarang berumur sembilan bulan
“Oh ya, Saya sudah menikahkan 13 anak di sini,
16 Oktober nanti saya mantu lagi,”
ujarnya dengan mata berbinar
Untuk mencukupi hidup anak asuhnya,
Sumirah tidak mengandalkan bantuan donatur yang sebagian adalah pelanggan pijatnya
Selepas subuh, anak yatim itu berdagang kelapa kupas, sayuran, dan bumbu
Sumirah dan suami juga membuka toko kelontong
Mengakhiri kisahnya, Sumirah sempat bilang,
“Pergunakanlah mata hati
Banyak orang pintar yang belum tentu mengerti”
(MUSAHADAH)
Salam Motivasi menebar kebaikan !!
***
Referensi :
Dikutip dari http://www.kompas.com :
Jumat, 19 September 2008
http://pijatkeluargasehat.wordpress.com/2009/11/27/pemijat-itu-bisa-bangun-masjid-dan-kampungnya/
*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar