~*~ Surat Kecil Ibu ~*~
Anakku...
Bagaimana kabarmu,
apakah kamu baik-baik saja?
Di rumah, ibumu juga sehat
Sekarang ini aku sedang memandangi cermin dan fotomu
Tiba-tiba aku menjadi sadar bahwa aku sudah mulai tua
Kerut merut di wajahku sudah semakin banyak
dan aku tidak cekatan lagi seperti dulu
Aku sering iri padamu yang selalu ceria, riang, aktif dan penuh dinamika
Akupun pernah mengalami seperti itu dulu
Anakku...
Ketika menikah dengan ayahmu,
aku tidak pernah membayangkan akan mempunyai anak sepertimu
Sungguh, aku bangga padamu
Setelah engkau besar kini,
aku baru sadar betapa kecilnya aku ini,
betapa tidak berartinya aku
Engkau lahir dan tumbuh semata-mata karena mukjizat dan rahmat Tuhan belaka
Tak kuingkari memang akulah yang mengandungmu selama sembilan bulan
Saat itu aku selalu gelisah menanti kelahiranmu
Aku selalu menjaga diriku agar bayi di perutku, yaitu kamu, sehat
Dengan susah payah dan sakit kulahirkan engkau
Aku termasuk beruntung karena tidak harus meninggal untuk melahirkanmu
Aku sampai menitikkan air mata bahagia saat mendengar tangis pertamamu yang lucu
Engkau ini darah dan dagingku sendiri;
engkau tumbuh dari bagian tubuhku
namun engkau lahir keluar sebagai manusia yang baru sama sekali
Dalam beberapa hal kamu memang mirip aku
tetapi selebihnya engkau sungguh baru
Sejak kecil kurawat engkau dengan sangat hati-hati dan penuh kasih;
engkau lebih kuperhatikan dari pada apapun yang pernah kumiliki
Kusuapi dan kususui engkau dengan air yang mengalir dari dadaku sendiri
Bila engkau menangis kugendong dan kuhibur
Kuberi engkau pakaian dan sepatu dan topi yang cocok untukmu
Tak lupa kubelikan juga mainan yang kau gemari;
mobil-mobilan atau boneka-boneka yang lucu
Engkau masih ingat masa kecilmu, kan?
Setiap pagi dan sore kumandikan engkau
Bila kau ngompol atau e’ek di celana atau di popok,
dengan sabar kubersihkan dan kuganti dengan yang baru
Paling sedihlah aku, bila kamu sakit
Memang engkau waktu itu hanya makhluk kecil yang tidak berdaya,
yang bisa saja kubuang ke kotak sampah
atau ke selokan kalau aku mau
Tapi aku cinta padamu,
engkau bagian dari hidupku sendiri
Maka kurawat engkau sungguh-sungguh,
kubawa engkau ke dokter,
kuusahakan agar kau mendapat vaksinasi dan makanan bergizi
Anakku...
Pada waktu masih kecil dulu, kamu sering rewel,
ngambeg bila tidak diberi uang jajan,
atau sulit bila disuruh mandi
Kau ingat betapa manjanya kamu
Setiap kali kau lari ke pangkuanku bila engkau bertengkar dengan kakakmu,
bila dimarahi ayah, atau bila dinakali teman-temanmu
Aku menjadi saksi untuk masa kecilmu yang manja,
sehingga aku tak sempat lagi mengurus diri atau pergi sesuka hati
Kini.... engkau sudah dewasa\
Aku bangga padamu, engkau harapanku
Namun aku sering sedih melihat kelakuanmu;
kala engkau bermalas-malasan untuk bangun,
kala bermain seharian tak tahu waktu
Hampir-hampir aku menangis bila kuingat betapa sulitnya menyuruhmu belajar,
mengerjakan PR, atau mengingatkanmu untuk tidak membolos
Sepertinya kau tidak tahu bahwa ini semua demi kamu sendiri
Sungguh aku tidak bermaksud mau menyengsarakanmu dengan aturan-aturanku
Aku ingin engkau bahagia,
bisa hidup pantas di tengah-tengah dunia yang penuh dengan persaingan ini
Kamu harus pandai supaya tidak mati tertelan jamanmu nanti
Anakku...
Betapa sedihnya aku,
ketika aku kau tuduh orang tua kolot,
orang tua yang tidak mengikuti jaman,
atau orang tua kampungan
Aku ingin dipahami bahwa kalau kusuruh kau bergaul tidak sembarangan,
berpakaian yang pantas dan mau menghargai orang lain,
adalah sungguh-sungguh supaya kamu menjadi manusia yang bermoral,
bukan begajulan yang menghancurkan hidupnya dengan mau hidup sebebas-bebasnya
Kau lihat betapa banyak teman sebayamu yang sudah harus berhenti sekolah untuk mengasuh anak,
betapa banyak teman seusiamu jatuh pada obat bius dan pornografi
Anakku, aku tahu engkaupun tidak ingin menjadi seperti itu...
Sungguh kalau aku keras dalam hal ini karena aku tahu betapa halusnya bujukan setan
dan betapa beratnya hidup yang tidak tegas terhadap yang jahat
Aku ingin kau pun memahami itu
Hatiku akan hancur bila sikapmu selalu melawan aku,
bila kau selalu menganggap dirimu benar sendiri
Setiap malam aku berdoa untukmu,
tak sekejap pun engkau hilang dari hidupku
Bila aku sedang memasak di dapur,
yang kubayangkan adalah kepuasan makanmu dan juga kesehatan tubuhmu
Bila aku ikut membantu bekerja,
yang kuinginkan engkau tidak terhambat karena biaya
Bila kubenahi kamarmu yang selalu berantakan
yang kuinginkan agar kau krasan di rumah
Bila kubelikan kau baju-baju yang modis,
aku ingin kau tidak malu pada teman-temanmu
Dan bila aku merawat kesehatan tubuhku sendiri,
aku hanya ingin agar aku dapat lebih lama lagi mendampingi dan menyerahkan hidup kepadamu
Sekarang ini kamu sudah dewasa,
banyak hal sudah dapat kau lakukan sendiri
Lambat laun akan terasa bahwa hidupmu memang menjadi tanggung jawabmu sendiri;
tidak ada seorangpun yang dapat menggantikannya termasuk ibumu ini
Mohon jangan kecewakan aku dengan sikap keras kepalamu yang kekanak-kanakkan itu
Aku tidak cemburu kalau kamu sekarang sudah melebihi aku dalam segalanya
Aku malah bangga karena Tuhan sudah berkenan membiarkan aku ikut menyaksikan pembentukkan hidupmu
Seperti sebatang lilin, hidupku sudah meleleh habis...
dan sebentar lagi pasti akan padam..
untuk menerangi hidupmu, anakku
Kini engkau sendiri sudah mulai menyala,
lebih terang dari yang kupunya
Anakku...
Kalau engkau memang sulit menerima aku yang sering rewel, kolot atau lamban ini,
aku mohon paling tidak kamu mau menghormati ayahmu
Sepanjang hari setiap hari selama bertahun-tahun
dia bekerja keras untukmu, hingga tubuhnya lemah,
hingga kulitnya kerut merut tertimpa banyak penderitaan
Cintanya padamu membuatnya tidak malu untuk bekerja di tempat-tempat yang kotor,
membuatnya tahan duduk berjam-jam menangani tugas-tugas yang membosankan,
dan membuatnya setia menjagai kita semua
Dia juga hanya ingin agar kita ini berbahagia
Anakku...
Jangan sia-siakan cintanya
Jarang sekali dia mengeluh kala menghadapi beratnya beban kehidupan,
tugas-tugas berat dan tuntutan anak-anaknya
Di hadapan kita, dia selalu tersenyum dan tertawa gembira
Kadang-kadang aku merasa kasihan kepadanya
kalau dia tidak bisa pulang seharian,
kalau tubuhnya yang sudah kecapaian itu harus dipaksa untuk bekerja lagi
Saya sendiri sering merasa bersalah karena rasanya hanya memperlakukan ayah seperti kuda beban atau sapi perahan
Kita bisa beli ini itu,
bisa pergi ke sana kemari
atau bermain-main dengan santai di rumah,
sementara itu dia hanya puas dengan secangkir kopi dan baju yang itu itu saja,
dia juga tidak mempunyai banyak waktu untuk bersantai-santai seperti kita
Sungguh anakku, aku mohon hormatilah ayahmu...
Akhirnya...
Sebagai orang tuamu aku minta maaf
jikalau selama ini aku kadang-kadang egois,
menuntut terlalu berlebihan,
kolot dan keras terhadapmu
Maafkan aku bila aku kurang mengerti kebutuhan-kebutuhan dan dunia mudamu
Kadang aku masih menganggapmu seperti anak-anak yang harus kuatur segalanya
agar tidak keliru
Maafkan aku anakku,
yang membuat banyak kesalahan atau malah menyengsarakanmu,
yang tidak dapat mencintai dengan cara yang cocok dengan keinginanmu
Kata maaf darimu adalah hadiah yang paling kutunggu
Anakku...
Aku sudah kangen kamu
Ingin rasanya kubisikkan aku sayang kamu
Hanya peluk ciumku untukmu
IBU-MU
=== Salam Sabar ===
***
Referensi
Dikutip dari Ruang Hati
Oleh Karyanto Boris
Rabu, 02 Februari 2011
http://rioajischnitzer.blog.com/2011/02/02/surat-dari-ibunda-untuk-anak-tersayang/
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar