Minggu, 15 Desember 2013
Bocah Penantang Kehidupan
~*~ Bocah penantang Hidup ~*~
Setiap hari sepulang sekolah pukul 13.30 WIB,
Ali Ma'un (13 tahun), bocah asal Dusun Becok, Kecamatan Merakurak, Tuban, Jawa Timur,
tak pernah punya cukup waktu untuk bermain
Selepas mengganti baju seragam, kalau ada sisa makanan,
dia langsung makan siang
jika tak ada sisa makanan
dia langsung memanggul linggis dan ganco (cangkul kecil) di pundak kirinya
Tangan kanannya menjinjing karung berisi peralatan seperti tatah, gergaji, dan peralatan besi lainya
Dengan kaki telanjang disertai beban seberat 12,5 kg,
Ma'un menyusuri perbukitan gersang sejauh 5 km dari tempat tinggalnya menuju Dusun Karangrejo,
lokasi bukit kapur milik PT Perhutani
Bekas galian batu kapur yang memantulkan sinar menyilaukan mata
dan membakar kulit tak mengendurkan semangatnya
Debu yang bertebaran diterjang angin sudah akrab dengan dua lubang hidungnya
Dia terus giat menggergaji bongkahan batu kapur untuk dijadikan bata kumbung (batu bata yang terbuat dari bangkahan batu kapur)
Meski semangatnya membara,
Ma'un hanyalah anak yang masih bau kencur
Setiap dua pekan dia hanya mampu membuat 150 bata kumbung
dan dijualnya kepada bandar seharga Rp 200/bata
Artinya, setiap dua pekan dia bisa mendapatkan uang Rp 30 ribu
Dia baru berhenti memeras keringatnya setelah adzan Maghrib berkumandang.
Pekerjaan berat ini ditekuninya sejak kelas 2 SD
Risiko kecelakaan yang senantiasa menghantui, tak membuatnya surut
Di wilayah batu kapur tersebut
kerap terjadi kecelakaan dan sudah puluhan nyawa melayang akibat longsoran bekas galian yang dibiarkan menganga
"Bahayanya kalau musim hujan tiba,
terowongan bekas galian mudah patah,
padahal di bawahnya ada kegiatan memotong batu"
ungkap murid kelas dua SMP Nurul Huda, Tuban, itu
Memang baginya hidup adalah pilihan
Sedep, ibu angkat yang merawat dan membesarkan Ma'un,
kini mulai sakit-sakitan
Perempuan berusia senja itu tak sanggup lagi berpanas-panas menjadi buruh tani di ladang gersang di perbukitan kapur milik tetangganya
"Kasihan simbok (ibu), dia sudah membesarkanku
Aku khawatir simbok sakit,
nanti aku tak punya siapa-siapa lagi
Aku tidak memilih risiko tapi ini adalah hidup yang harus aku jalani"
tutur Ma'un
Menurut dia, ibu angkatnya itu memang sudah lemah
Jangankan bekerja, untuk memasak pun sudah cukup berat untuk dilakukan Sedep
Sejak ibu angkatnya sakit-sakitan,
kegiatan rutin Ma'un setiap selepas adzan Subuh adalah menyiapkan makanan ibu angkatnya itu,
dan sekalian menyiapkan sarapan pagi sebelum berangkat sekolah
Tak hanya itu, dia juga mencucikan baju ibu angkatnya itu
Ma'un mengaku pernah melihat ibu angkatnya itu jatuh di dekat perapian
saat hendak menanak nasi
Sejak itulah, dia tidak tega melihat ibu angkatnya bersusah payah menyiapkan makanan
Hidup tanpa orang tua kandung sudah diketahui sejak dirinya berumur 5 tahun
Cerita tersebut ia dapatkan dari Mbok Sedep
Bahkan duka dan deritanya saat masih di kandungan ibunya hingga masa kelahiranya sudah diketahui seluruh warga Dusun Becok
Sejak bayi dia sudah ikut Mbok Sedep
Karena itu, dia sudah menganggap ibu angkatnya itu sebagai ibu sendiri
Lantaran curahan kasih Mbok Sedep,
Ma'un bisa selamat dan hidup normal tanpa harus kekurangan gizi,
meski dirinya kecewa dengan kedua orang tuanya karena belum pernah menemuinya
Ma'un juga tak tahu ke mana rimbanya orang tua yang telah melahirkannya itu
"Setelah aku lahir, belum genap lima hari,
ibuku sudah pergi entah ke mana,
sampai sekarang aku hanya hidup berdua dengan simbok
Menurut simbok ibu kandungku sekarang di Flores, namanya Cholisah
Kalau bapak aku nggak tahu sama sekali"
ungkap Ma'un menirukan cerita Mbok Sedep
Meski harus menjalani kehidupan yang sangat menantang,
dan akrab dengan kemiskinan,
Ma'un tetap bersemangat melanjutkan sekolah hingga SMP
Jika dibanding teman-teman sebayanya yang mampu secara ekonomi,
prestasi bocah kerempeng itu patut diacungi jempol
"Prestasi Ma'un patut dibanggakan,
jika dibanding dengan beban hidup yang harus ditanggungnya
Dia meraih peringkat pertama di seluruh kelas 2 di sini,"
kata Rahmat Basuki, salah satu pengajar di SMP Nurul Huda, Desa Tegalreja
Untunglah, beban hidup Ma'un ini dimengerti oleh yayasan pengelola sekolah tersebut
Seluruh biaya pendidikan digratiskan oleh sekolah milik Yayasan Nurul Huda tersebut
Yayasan tersebut memang menggratiskan pendidikan bagi murid-murid yang berasal dari keluarga kurang mampu
Meski begitu, masyarakat setempat belum begitu menyadari akan pentingnya pendidikan
"Impitan ekonomi menjadi persoalan utama,
mereka lebih memilih anaknya untuk membantu bekerja daripada sekolah meskipun tanpa biaya"
ujar Thohirin, ketua Yayasan Nurul Huda
-o00o-
Sahabat, Bagaimana dengan kehidupan kita saat ini...???
Masihkah kita kan selalu mengeluh dengan segala ujian yang Allah berikan...???
Mengapa...???
(Widy Nugroho)
***
Referensi :
Jum'at, 03 September 2010 @ 04:55
Oleh Jihaduddin Fikri Amrullah
http://ceceem.blogspot.com/2010/09/cerita-bocah-13-tahun-menantang-hidup.html
*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar